Total Tayangan Halaman

Senin, 13 Desember 2010

PROSEDUR TETAP PENGENDALIAN INFEKSI MAKANAN DAN MINUMAN DIRUMAH SAKIT



PROSEDUR TETAP PENGENDALIAN INFEKSI MAKANAN DAN MINUMAN
DIRUMAH SAKIT
Pengertian : Prosedur kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian sumber infeksi dari carrier sehat
Sasaran :
• Karyawan / tenaga kesehatan
• Penunggu pasien
• Pengunjung pasien
• Tamu RS
Kebijakan :

Prosedur / Kebijakan :
A. Pengertian
• Ruang lingkup makanan di RSBL :
o Makanan yang disajikan dari dapur kepada pasien maupun karyawan RS
o Bahan makanan baik yang terolah atau belum terolah
o Bahan tambahan pada makanan
o Minuman
• Ruang lingkup Pengawasan :
o Kemungkinan infeksi dari makanan
o Kemungkinan infeksi dari alat masak
o Kemungkinan infeksi dari alat makan
o Kemungkinan infeksi dari individu
o Kemungkinan intoksikasi dari toksin dari makanan
o Kemungkinan intoksikasi dari toksin bakteri
o Kemungkinan intoksikasi bahan kimia


B.1. PENGADAAN / PENERIMAAN BAHAN MAKANAN

Kebijakan :
• Sumber bahan makanan hendaknya dipilih yang berkualitas baik, tempat-tempat memperoleh bahan mentah harus diketahui oleh kepala dapur / gizi dan secara berkala dievaluasi kinerja dan kualitasnya
• Bahan makanan dibawa ke dapur dengan trolley khusus dan melewati jalur yang sudah ditentukan. Usahakan tidak melewati ruangan rawat inap atau ruangan yang potensial infeksi lainnya.
• Bahan makanan di periksa dan diseleksi kembali.
• Bahan makanan yang belum terolah harus dalam keadaan segar, tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa, tidak berbau busuk, tidak berjamur, bila kotor harus dibersihkan dengan air terlebih dahulu, tidak mengandung bahan yang dilarang seperti formalin, boraks, pestisida, melamin, dll
• Bahan makanan dalam kemasan (terolah) harus mempunyai label dan merk, terdaftar di Depkes dan mempunyai nomor daftar,kemasan tidak rusak, pecah, atau robek atau kembung, belum kadaluwarsa, kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.
• Bahan makanan berasal dari tempat resmi yang dievaluasi kinerja dan kualitasnya.

B.2. PENCUCIAN
Kebijakan :
• Bahan makanan harus dicuci :
o Sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan
o Lauk air tawar, lauk air laut, daging2an
o Dll
• Pencucian dengan menggunakan air mengalir di bersihkan dan dibilas berkali-kali
• Pelaksana harus memakai sarung tangan dan atau mencuci tangan sebelum dan sesudah mencuci bahan makanan
• Pencucian bahan makanan dengan bahan pembersih tidak dianjurkan
• Tempat penyimpanan bahan makanan yang sudah dicuci harus bersih




B.3. PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
Kebijakan :
• Tempat penyimpanan bahan makananharus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain
• Tentang penyimpanan bahan makanan kering :
o Semua tempat penyimpanan bahan makanan hendaknya berada dibagian tinggi untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya.
o Tidak boleh ada kebocoran pada genteng atau atap yang menyebabkan tetesan air mengenai tempat p[enyimpanan bahan makanan
o Tidak boleh ada drainase yang potensi macet di sekitar ruang tempat penyimpanan bahan makanan untuk menghindari meluapnya air.
o Semua bahan makanan disimpan pada rak yang baik, dengan ketinggian terbawah dari lantai 20 – 25 cm.
o Bahan makanan disimpan pada wadah-wadah yang selalu dibersihkan secara berkala dan berpori-pori
o Suhu ruangan dijaga kurang dari 22oC dan Kelembaban 40%atau kurang.
o Ruangan harus anti tikus, anti serangga.
o Penyimpanan bahan selain bahan makanan tidak diperbolehkan.

• Tentang penyimpanan bahan makanan dalam Referigerator / Kulkas / Freezer
o Tersedia ruang yang memadai untuk meniris potongan2 dari freezer.
o Standar teknik meniriskan bahan makanan dari freezer ada 3 cara : 1. Langsung memasak bahan makanan beku 2. Meniriskan makanan beku dengan merendam bahan makanan dengan air mendidih 3. Meletakkan bahan makanan beku dengan air mengalir
o Rak dalam reefrigerator dan isinya disusun sedemikian rupa sehinga tidak berdesakan, agar aliran udara dingin dapat mencakup semua bahan makanan dengan baik
o Syarat ruangan sama dengan ruangan dapur dan ruang penyimpanan bahan makanan

B.4. PERACIKAN DAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN
• Pengolahan harus dilakukan oleh penjamah makanan dengan sikap dan perilaku yang hygienis :
o Tidak merokok selama mengolah makanan
o Tidak makan atau mengunyah
o Tidak memakai perhiasan berlebihan
o Tidak menggunakan peralatan atau fasilitas kerja yang bukan peruntukannya
o Tidak mengerjakan kebiasaan2 yang jorok / menjijikkan seperti mengorek2, mencungkil, mengupil, menggaruk, menjilat, atau meludah
o Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan secara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
o Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu, dan sejenisnya
o Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan berkala minimal 6 bulan sekali sesuai prosedur dalam buku ini. Prosedur juga berlaku bila tenaga pengolah makanan mengalami sakit.
• Tenaga dapur / gizi selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja dengan cara :
o Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak terutama makanan yang mudah rusak
o Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar mandi / WC sebagaimana diatur dalam buku ini mengenai cuci tangan
o Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung
o Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan
B.5. PENGANGKUTAN MAKANAN
• Makanan jadi yang siap saji tidak boleh diangkut bersama dengan bahan makanan mentah
• Makanan diangkut dengan kereta dorong yang tertutup, bersih dan anti karat (stainless steel), dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan
• Pengisian kereta dorong tidak boleh sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk ruang gerak
• Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut bahan / barang kotor
B.6. PENYAJIAN MAKANAN
• Makanan jadi yang siap saji harus diwadahi dan disajikan dengan peralatan yang bersih dan sudah melalui proses desinfeksi sesuai prosedur
• Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih
• Sebaiknya dalam tata hidang, disiapkan segera dan tidak lama menunggu di santap. Beri waktu tidak lama kepada penderita untuk menyantapnya agar makanan tidak makin beresiko terpapar mikroorganisme.
• Letak makanan sebaiknya satu bidang, bila dgigunakan bidang yang berbeda / bertingkat, maka jenis makanan basah berada di bawah dari makanan kering
• Selalu menyediakan makanan contoh dari menu yang dihidangkan hari ini sebagai bahan pemeriksaan bila terjadi masalah yang diakibatkan makanan.
C. PERALATAN PENGOLAHAN MAKANAN

C.1. PERALATAN MAKANAN DAN MINUMAN
• Peralatan yang digunakan untuk penyajian makanan yang langsung dimakan oleh karyawan, pasien atau pengunjung
• Bahan untuk peralatan harus terbuat dari bahan yang kuat , tidak mudah retak, penyok, gompel , robek atau pecah
• bagian permukaan tempat makanan atau yang kontak dengan makanan haruslah halus, tidak ada sudut mati dan mudah dibersihkan,
• tidak mudah larut dalam makanan,
• tidak mengandung bahan beracun atau logam berat lain seperti : Timah, Arsen, Tembaga, Seng, cadmium atau antimon
• Kebersihan peralatan harus djaga dengan baik, pencucian dan penyimpanan harus sesuai prosedur

C.2. PERALATAN MASAK DAN WADAH MAKANAN
• Peralatan yang digunakan untuk mengolah makanan mentah atau membawa makanan matang
• Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan makanan jadi
• Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel
• Semua peralatan harus mempunyai tutup
• Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah rusak harus langsung dibuang
• Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak harus teratuur dan sebaiknya mendapatkan sinar matahari

C.3. PENCUCIAN PERALATAN
• Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat/barang seperti, gelas, mangkok dll ke tempat yang telah disediakan untuk itu. Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah dapur lainnya sesuai prosedur pengelolaan sampah.
• Piring dan alat yang telah dibersihkan sisa makanan, ditempatkan pada tempat piring kotor.
• Setiap piring/alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang masih menempel, sehingga mudah untuk membersihkan selanjutnya.
• Setelah direndam untuk selama beberapa saat, maka piring mulai dibersihkan dengan menggunakan detergen pada bak pencuci tersebut. Penggunaan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak.
• Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak terasa licin lagi. Bilamana masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang belum bersih.
• Setelah pencucian dirasa cukup, maka langsung dibilas dengan air pembersih/pembilas yang mengalir, sambil digosok dengan tangan dan tidak lagi terasa sisa-sisa makanan atau sisa-sisa detergen.
• Piring atau gelas yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit untuk disinfeksi, langsung direndam ke dalam air bak kaporit 50 ppm selama 2 menit kemudian ditempatkan pada tempat penirisan.
• Sedangkan untuk disinfeksi dengan air panas, disyaratkan suhu 82º C untuk selama 2 menit atau 100º C selama 1 menit.
• Cara memasukkan piring/gelas ke dalam air panas, tidak boleh langsung dengan tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam rak-rak khusus untuk didisinfeksi.
• Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses disinfeksi ditempatkan pada rak-rak anti karat ( stainless steel ) sebagai tempat penirisan/pengeringan dengan cara terbalik atau miring sampai kering dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan dan tidak boleh dilap dengan kain. Untuk itu bagian yang menempel ke permukaan piring atau bibir gelas harus dijaga kebersihannya dengan cara disinfeksi.
• Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu dilap atau digosok kain lap, karena menjadi kotor kembali. Bilamana dilap gunakan kain lap ( tissue ) sekali pakai.

C.4. PENYIMPANAN PERALATAN
• Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih.
• Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus dibalik.
• Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak.
• Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.
• Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pencemaran dan binatang perusak.

D. TATA RUANG DAN BANGUNAN INSTALASI DAPUR / GIZI

D.1. LOKASI
Terhindar dari sumber pencemaran, terutama yang berasal dari tempat sampah, WC, bengkel cat dan sumber pencemaran lain.

D.2. SYARAT BANGUNAN DAN FASILITAS DAPUR
1) Halaman
Halaman bersih, tidak banyak lalat, dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. Pembuangan air kotor (limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya. Pembuangan air hujan lancar, tidak menimbulkan genangan-genangan air.

2) Konstruksi
Bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku.

3) Lantai
Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan mudah dibersihkan.

4) Dinding
Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak menyerap air dan mudah dibersihkan. Pada permukaan dinding yang sering terkena percikan air, harus dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu, setinggi 2m, dan berwarna terang.

5) Langit-langit
Langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan, tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 m diatas lantai.

6) Pintu dan Jendela
Seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus membuka ke arah luar. Semua pintu dibuat menutup sendiri dan dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kasa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.

7) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. Di setiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 200 lux pada bidang kerja. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindarkan bayangan.

8) Ventilasi / Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban dalam ruangan, ventilasi juga harus cukup untuk mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah kondensasi uap air atau lemak pada lantai, membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. Tungku dapat dilengkapi dengan sungkup asap (hood) alat perangkap asap, cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpl lemak. Semua tungku terletak dibawah sungkup asap.

9) Dapur formula bayi ( dapur susu )
Dapur susu dibuat ruangan khusus (ruangan berdinding kaca) yang “bebas” dari micro-organisme pathogen, dan tidak dipakai untuk kegiatan lain. Tenaga penjamah makanan di dapur susu mempunyai baju dan atribut khusus yang steril (barak short, tutup kepala, masker dan sarung tangan). Semua peralatan dan perlengkapan harus steril (botol susu, tempat / wadah dan pengaduk).

10) Ruangan pengolahan makanan
Luas ruang pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja agar terhindar dari kemungkinan terkontaminasinya makanan dan memudahkan pembersihan, dengan luas 2 m² untuk setiap pekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan WC, peturasan, dan kamar mandi. Untuk kegiatan pengolahah dilengkapi sedikitnya meja kerja, lemari tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

11) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/detergen. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus, serangga dan hewan lainnya.

12) Tempat Cuci Tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang bersih dan terpisah dengan tempat cuci perakatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan kran, saluran pembuangan tertutupm bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan (penjamah makanan). Untuk sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10 orang, dengan tambahan 1 (satu) buah setiap penampahan 10 orang atau kurang, dam terletak sedekat mungkin dengan tempat kerja.

13) Air minum dan air bersih
Air bersih/minum harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan pengolahan makanan. Kualitas air harus memenuhi persyaratan sesuai denganperaturan yang berlaku.

E. PETUGAS PENGELOLA MAKANAN
Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi (personal hygiene) dan terbiasa untuk berperilaku sehat selama bekerja. Hal-hal yang diperhatikan dalam kebersihan pribadi :
• Mencuci tangan, hendaknya tangan selalu dicuci dengan sabun : sebelum bekerja, sesudah menangani bahan makanan mentah/kotor atau terkontaminasi, setelah dari kamar kecil, setelah tangan dibunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan setelah makan atau merokok.
• Pakaian, hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja. Pakaian kerja harus bersih, yang sudah usang jangan dipakai lagi.
• Kuku dan perhiasan, kuku hendaknya dipotong pendek dan dianjurkan untuk tidak memakai perhiasan sewaktu bekerja.
• Topi/penutup rambut, semua penjamah hendaknya memakai topi atau penutup rambut untuk mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan dan mencegah kebiasaan mengusap/menggaruk rambut.
• Merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diijinkan merokok selama bekerja baik waktu mengolah meupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai antara bibir dengan tangan dan kemudian ke makanan di samping sangat tidak etis.
• Lain-lain, kebiasaan seperti batuk-batuk, menggaruk-garuk, mencet jerawat, merupakan tindakan yang tidak higienis. Kebiasaan ini akan mengkontaminasi tangan dan pada gilirannya mengkontaminasi makanan.

Jumat, 27 Agustus 2010

Manajemen Pengelolaan Sampah di Pemukiman (parT I)


Pengelolaan sampah di permukiman

MejuaH-juah..... ViVa Kesling K.Jahe....



Sampah menjadi masalah penting terutama bagi kota dengan jumlah penduduk yang cukup padat, untuk mengatasi maslah sampah dibutuhkan sistem pengelolaan yamg baik, Pengelolaan sampah kota tidak harus dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah , dapat dapat pula dilekelola secara mandiri oleh msayarakat sendiri, sehingga beban TPA kota dapat direduksi.
Nah..... sebagai teknokrat lingkungan peran Ahli Madya KESLINg harusnya mampu berkompetensi dalam hal ini, selain dapat mengatasi masalah lingkungan, sektor ini juga dapat mengahasilkan profit dalam pelaksanaanya....
Berikut merupakan Manajeman Pengelolaan Sampah di permukiman Sesuai dengan standar SNI, Artikel ini dibagi menjadi dua bagian bagian, bagian pertama hanya membahas pengertian2 istilah dan persyaratan, Sedangkan bagian II ntar kita bahas Manajemen dan Proyeksinya....

1 Ruang lingkup
Standar ini memuat persyaratan dan pengelolaan sampah permukiman di perkotaan untuk
jenis sampah domestik non B3 dan B3 dengan menerapkan 3R (reuse, reduce dan
recycling) mulai dari kegiatan di
sumber sampai dengan TPS .
2 Acuan normatif
SNI 03.3242-1994, Tata cara pengelolaan sampah di permukiman
SNI 19-2454-2002, Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan
SNI 03-1737-2002, Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

4 Persyaratan
4.1 Persyaratan umum
Persyaratan umum berupa :
a) Persyaratan hukum
ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis
mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan,
pembentukan institusi/organisasi/retribusi dan perencanaan tata ruang kota serta
peraturan-peraturan pelaksanaannya;

b) Persyaratan kelembagaan
pengelola di permukiman harus berfokus pada peningkatan kinerja institusi pengelola
sampah, dan perkuatan fungsi regulator dan operator. Sasaran yang harus dicapai
adalah sistem dan institusi yang mampu sepenuhnya mengelola dan melayani
persampahan di lingkungan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaandan retribusi atau iuran serta semaksimal mungkin melaksanakan konsep 3 R di
sumber.
c) Teknis operasional
Menerapkan sistem penanganan sampah setempat dengan :
1) Menerapkan pemilahan sampah organik dan non organik
2) Menerapkan teknik 3 R di sumber dan TPS
3) Penanganan residu oleh pengelola sampah kota;

d) Pembiayaan
Memperhatikan peningkatan kapasitas pembiayaan untuk menjamin pelayanan dengan
pemulihan biaya secara bertahap supaya sistem dan institusi, serta masyarakat dan
dunia usaha punya kapasitas cukup untuk memastikan keberlanjutan dan kualitas
lingkungan untuk warga.

e) Aspek peran serta masyarakat
1) melakukan pemilahan sampah di sumber
2) melakukan pengolahan sampah dengan konsep 3 R
3) berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah
4) mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan
5) turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya
6) berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah lingkungan

d) Bagi lingkungan permukiman, developer bertanggung jawab dalam :
1) penyediaan lahan untuk pembangunan pengolah sampah organik berupa
pengomposan rumah tangga dan daur ulang sampah skala lingkungan serta TPS;
2) penyediaan peralatan pengumpulan sampah;
3) pengelolaan sampah selama masa konstruksi sampai dengan diserahkan ke pihak
yang berwenang;
4) Bagi developer yang membangun minimum 80 rumah harus menyediakan wadah
komunal dan alat pengumpul.

4.2 Persyaratan teknis
4.2.1 Data perencanaan
Data yang diperlukan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
a) peta penyebaran rumah;
b) luas daerah yang dikelola;
c) jumlah penduduk berdasarkan klasifikasi pendapatan tinggi, menengah, dan rendah;
d) jumlah rumah berdasarkan tipe;
e) besaran timbulan sampah per hari;
f) jumlah bangunan fasilitas umum;
g) kondisi jalan (panjang, lebar dan kondisi fisik);
h) kondisi topografi dan lingkungan;
i) ketersediaan lahan untuk lokasi TPS dan daur ulang sampah skala lingkungan;
j) karakteristik sampah.

4.2.2 Jumlah sampah yang akan dikelola
Jumlah sampah
a) jumlah penduduk

b) sumber sampah yang ada di lingkungan permukiman, seperti :
1) toko/pasar kecil;
2) sekolah;
3) rumah sakit kecil /klinik kesehatan;
4) jalan/saluran;
5) taman;
6) tempat ibadah;
7) dan lain-lain.

c) Besaran timbulan sampah untuk masing-masing sumber sampah

4.2.3 Klasifikasi pengelolaan, tipe bangunan dan TPS
a) Klasifikasi pengelolaan
Klasifikasi pengelolaan berdasarkan lingkungan permukiman yang ada yaitu :
1) 1 Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk 150 – 250 jiwa ( 30 – 50 rumah)
2) 1 Rukun Warga : 2.500 jiwa (± 500 rumah)
3) 1 kelurahan : 30.000 jiwa penduduk (± 6.000 rumah)
4) 1 kecamatan : 120.000 jiwa (± 24.000 rumah)

b) Klasifikasi tipe bangunan sebagai berikut :
1) tipe rumah
(a) Mewah yang setara dengan Tipe > 70
(b) Sedang yang setara dengan Tipe 45 - 54
(c) Sederhana yang setara dengan Tipe 21
2) sarana umum/sosial
3) bangunan komersial

c) Klasifikasi TPS

Klasifikasi TPS sebagai berikut :
1) TPS tipe I
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
(a) Ruang pemilahan
(b) gudang
(c) tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
(d) Luas lahan ± 10 - 50 m2

2) TPS tipe II
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
(a) Ruang pemilahan ( 10 m2)
(b) Pengomposan sampah organik ( 200 m2)
(c) Gudang ( 50 m2)
(d) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
(e) luas lahan ± 60 – 200 m2

3) TPS tipe III
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
(a) Ruang pemilahan ( 30 m2)
(b) Pengomposan sampah organik ( 800 m2)
(c) Gudang ( 100 m2)
(d) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
(e) luas lahan > 200 m2

Bersambung...................

Rabu, 25 Agustus 2010

Beberapa Referensi Judul KTI

buat Temen-temen Kesling yang lagi bingung cari judul KTI berikut ada beberapa referensi judul yang mungkin dapat jadi masukan....

1. EFEKTIVITAS BREKSI BATU APUNG SEBAGAI BAHAN ABSORBEN TERHADAP PENURUNAN SALINITAS AIR PAYAU

2.PEMANFAATAN KARAT BESI UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN AIR

3. PENGARUH LAMA WAKTU PENYINARAN DENGAN NEON ULTRAVIOLET TERHADAP PENURUNAN BAKTERI COLI TINJA DALAM MEDIA CAIR

4. KEMAMPUAN HYDRILLA VERTILLATA DALAM PENURUNAN KADAR SENG (Zn2+) PADA AIR LIMBAH BUATAN YANG MENGANDUNG SENG

5. HUBUNGAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA DENGAN KEBERADAAN JENTIK VECTOR DENGUE (AEDES AEGYPTI DAN AEDES ALBOPIKZUZ) DIDAERAH RAWAN ”DB” DENGUE KOTA X TAHUN X

6. HUBUNGAN JENIS SUMBER AIR BERSIH DAN KONDISI FISIK AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X

7. KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH DAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKOLUSIS PARU DIDESA X

8. PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM 3M+1T DENGAN KEBERADAAN JENTIK VECTOR DENGUE (AEDES AEGYPTI DAN AEDES ALBOPIKZUZ) DI KOTA X

9.TINJAUAN UPAYA PELAKSANAAN ASPEK KESEHATAN LINGKUGAN DI RUMAH SAKIT X PADA TAHUN X (merujuk pada PERMENKES 1204)

10.EFEKTIVITAS PEMANFAATAN KINCIR SENTRIFUGAL TERHADAP LAJU PENGENDAPAN TSS PADA PROSES SEDIMENTASI AIR LIMBAH

dikutip dari berbgai sumber

Semoga dapat berguna.....!!!