Total Tayangan Halaman

Rabu, 28 November 2012

PP No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Sebagai bentuk pelaksanakan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah telah mengundangkan peraturan pemerintah terkait UU itu. Peraturan yang diundangkan pada 15 Oktober 2012 itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Peraturan ini sekaligus memperkuat landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di daerah.
Beberapa muatan pokok penting yang diamanatkan oleh peraturan pemerintah ini, yaitu:
1. Memberikan landasan yang lebih kuat bagi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dari berbagai aspek antara lain legal formal, manajemen, teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan, dan sumber daya manusia;
2. Memberikan kejelasan perihal pembagian tugas dan peran seluruh parapihak terkait dalam pengelolaan sampah mulai dari kementerian/lembaga di tingkat pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, pengelola kawasan sampai masyarakat;
 3. Memberikan landasan operasional bagi implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan sampah menggantikan paradigma lama kumpul-angkut-buang;
4. Memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelibatan dunia usaha untuk turut bertanggungjawab dalam pengelolaan sampah sesuai dengan perannya.
Peraturan pemerintah ini meliputi pengaturan tentang:
  1. kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
  2. penyelenggaraan pengelolaan sampah;
  3. kompensasi;
  4. pengembangan dan penerapan teknologi;
  5. sistem informasi;
  6. peran masyarakat; dan
  7. pembinaan.
PP ini mengharuskan pemerintah kabupaten/kota memiliki kebijakan dan strategi tentang pengelolaan sampah. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota diharuskan memiliki dokumen rencana induk dan studi kelayakan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Peraturan ini memberi penekanan penting pada dunia usaha untuk ikut serta dalam proses pengelolaan sampah. Dunia usaha tidak sekadar dianjurkan tapi diwajibkan untuk mengurangi timbulan sampah dan menggunakan kemasan yang gampang terurai oleh proses alam. Produsen pun diwajibkan ikut serta dalam proses daur ulang sampah dan memanfaatkan kembali sampah bekas produknya.
Khusus pemerintah kabupaten/kota, ada kewajiban menyediakan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak PP ini berlaku.
Sementara untuk penyediaan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya, pemerintah kabupaten/kota diberi waktu paling lama 5 (lima) tahun.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya menyatakan, PP No. 81 Tahun 2012 ini akan mewujudkan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan yang bertumpu pada penerapan 3R dalam rangka penghematan sumber daya alam, penghematan energi, pengembangan energi alternatif dari pengolahan sampah, perlindungan lingkungan, dan pengendalian pencemaran.

Download PP 81 /2012 : PP 81 Tahun 2012

Ponsel Lebih Banyak Kumannya Dibanding Toilet?

Hati-hati dengan Blackberry dan handphone/telepon seluler Anda! Lho ada apa? Ternyata, alat komunikasi ini banyak mengandung bakteri, melebihi bakteri atau kuman yang ada di toilet.  Wow!
Sebuah penelitian menunjukkan, ponsel adalah benda terjorok dan memiliki banyak kuman dibanding toilet. Mengapa? Jika toilet sering dibersihkan usai digunakan, tidak demikian halnya dengan ponsel.
Ahli mikrobiologi dari Universitas Arizona Charler Gerba mengatakan bahwa ponsel atau smartphone setiap orang memiliki banyak kuman. Saking kotornya ponsel, seorang pria di Uganda bisa tertular penyakit Ebola dari ponsel yang dicurinya. Pria ini memang mencuri ponsel dari bangsal yang di karantina di sebuah rumah sakit karena dekat lokasi wabah Ebola.

Namun terlepas hal ini, Charles menilai ponsel merupakan benda yang cukup kotor."Kapan terakhir kali Anda membersihkan ponsel? Sementara toilet cenderung sering dibersihkan karena tempat ini diasosiasikan sebagai sarang kuman," ujarnya.


Menurut Gerba, kuman dan bakteri bisa dengan mudah menempel pada ponsel. Namun, untungnya ponsel tidak akan menularkan kuman jika tidak dipakai secara bersama-sama. Jika Anda senang meminjamkan ponsel kepada orang lain, siapa tahu dari situlah kuman dan bakteri menular karena Anda tidak tahu apakah mereka dalam keadaan sehat atau tidak.Padahal, ponsel cukup sering serta begitu dekat dengan wajah dan mulut Anda.
Mengingat ponsel perangkat elektronik, banyak yang segan membersihkannya teratur. Ponsel seperti halnya remote control kerap luput dari rutinitas kebersihan. Gerba mencatat, mereka yang sedang sakit kerap menggunakan remote control secara bersama. Ini bahkan lebih buruk daripada ponsel dalam urusan penyebaran kuman.
Penelitian lain menunjukkan, ponsel mengandung bakteri hidup 18 kali lebih banyak ketimbang gagang pintu toilet. Peneliti menganalisis 30 ponsel dari beberapa orang yang berbeda. Mereka  menemukan bahwa bakteri yang bersarang di ponsel berada pada 'warning level' dari tingkatan bakteri lingkungan.

Sebuah ponsel dapat terkonsentrasi penuh dengan bakteri, termasuk bakteri coliforms, yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan gangguan di perut yang cukup serius.

Meski tidak secara langsung dapat berbahaya, tapi peningkatan kadar bakteri menunjukkan bahwa ponsel memiliki kebersihan yang buruk. Selain itu, ponsel juga dapat berperan sebagai tempat berkembangbiak yang nyaman bagi kuman-kuman yang lebih berbahaya.


Tingkat bakteri yang berpotensi membahayakan pada ponsel sudah melebihi skala normal. Ponsel perlu disterilkan," ujar Jim Francis, pakar Kebersihan dan Hygiene, seperti dilansir Telegraph.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Jeffrey Chain, presiden dari American Academy of Family Physicians. Ia menjelaskan bahwa bakteri, virus atau kuman yang menempel di perangkat mobile dapat menyebabkan flu bahkan diare.

Ironisnya, saat ini sangat jarang ada pemilik smartphone atau ponsel yang rajin membersihkan perangkat handset mereka secara rutin. Mayoritas hanya menggunakannya saja tanpa memperhatikan kebersihannya. Mungkin juga jarang yang mencuci tangan pakai sabun setelah memegang ponsel tersebut.
Diperkirakan sebanyak 2.700 sampai 4.200 bakteri yang siap masuk ke tubuh manusia ketika pemilik handset sedang melakukan panggilan atau mengotak-atik perangkatnya tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh HML Labs of Muncie ini menggunakan beberapa metode pembersihan yaitu dengan menggunakan air, alkohol, windex original (pembersih kaca) dan Nice 'N Clean. Para peneliti mengemukakan bahwa alkohol adalah salah satu pembersih yang terbaik untuk membasmi kuman-kuman di handset.

Sayangnya, tidak semua vendor memperbolehkan pengguna produknya menggunakan alkohol, pembersih kaca, aerosol spray, amonia atau bahan sejenisnya untuk digunakan sebagai pembersih perangkatnya. Dua vendor yang memberikan larangan tersebut adalah Apple dan RIM, sedangkan vendor lain seperti pengguna perangkat Android justru tidak memberikan larangan apapun.

"Jangan gunakan benda cair, pembersih aerosol atau bahan pelarut untuk membersihkan perangkat Anda atau jangan dekatkan benda-benda tersebut di dekat BlackBerry."  Tulisan tersebut terdapat di panduan manual BlackBerry. Hal sama juga dituliskan Apple dalam panduan manualnya. Pastinya bukan karena sengaja ingin membiarkan pengguna produknya sakit, tapi mungkin ada pertimbangan lain agar produk tersebut tidak rusak.
Tapi yang terpenting, jangan lupa menjaga kebersihan tangan setelah memegang ponsel. Cuci tangan pakai sabun bisa menjadi solusi menghindari berpindahnya kuman/bakteri ke dalam tubuh. Re Blog from : http://sanitasi.or.id

Sabtu, 16 Juni 2012

POSITIVE DEVIANCE
(pendekatan penelitian saatnya untuk dikembangkan) 
 Satu pertanyaan yang sering muncul dibenak berkaitan dengan “Positive Deviance”, utamanya menyangkut dalam penelitian. Mengapa kita belum melakukan penelitian dengan pendekatan Positive Deviance ?????
    Memang dapat dimaklumi bahwa selama ini hampir semua penelitian yang dilakukan baik mahasiswa maupun para dosen di lingkungan Poltekkes Kemenkes Medan masih menggunakan pendekatan tradisional/konvensional. Dimana orientasi awal didasarkan pada identifikasi masalah untuk mendapatkan kelemahan yang menjadi sebab masalah tersebut dan selanjutnya mencoba untuk mencarikan solusinya.        Positive deviance merupakan perubahan kebiasaan yang berbeda dari kebiasaan yang berlaku umum dan melakukan perilaku baru (“menyimpang”). Biasanya istilah “menyimpang” dipersepsikan secara negatif, namun sebenarnya dapat berarti negatif atau positif karena merupakan suatu bentuk penyimpangan dari norma. (CORE, 2004). 
Penelitian dengan pendekatan Positive Deviance dimaksudkan untuk mencari perilaku positif dan kekuatan yang ada pada masyarakat serta apa yang dapat dibangun dan dikembangkan, sehingga diharapkan dapat berkesinambungan dan berlanjut karena berbagai perilaku baru sudah dihayati dan berlanjut setelah kegiatan berakhir Positive deviance juga merupakan bentuk pendekatan yang berbasis pada “kekuatan” atau “modal” atas dasar keyakinan bahwa pada setiap kelompok masyarakat terdapat individu tertentu yang memiliki kebiasaan dan perilaku khusus (tidak umum) yang memungkinkan dapat menemukan cara-cara yang lebih baik dibanding dengan individu tetangga yang memiliki sumber daya dan menghadapi risiko yang sama. 
Perbedaan Pendekatan antara positive deviance dengan pendekatan tradisional terhadap suatu perilaku, bahwa pendekatan tradisional cenderung mencari masalah-masalah dalam masyarakat yang perlu di selesaikan. Sementara pendekatan positive deviance berupaya mencari perilaku positif dan kekuatan yang ada pada masyarakat serta apa yang dapat dibangun dan dikembangkan. 


 Selama ini Positive Deviance dipakai untuk menjelaskan suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tertentu vis-a-vis anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga yang sama . Sementara penelitian dengan pendekatan ini masih jarang dilakukan.



Padahal ada beberapa kelebihan dari pendekatan ini meliputi :
· cepat
· Terjangkau
· Partisipatif
· Berkesinambungan
· Asli
· Secara budaya dapat diterima
· Berdasarkan perubahan perilaku.

Nah melihat gambaran di atas, bukan kah kita juga mampu untuk melakukannya ????

adapted WARTA POLTEKKES MEDAN ( by : Riyanto Suprawihadi, M.Kes)
Numpang Publish yo pak e.... He..he... :p