Total Tayangan Halaman

Sabtu, 02 November 2013

Pengendalian Hama Tikus



    Upaya pengendalian hama serangga, tikus dan rayap baik dilingkungan perumahan (residential) dilingkungan komersial (commercial), di kantor, di gedung bertingkat, rumah sakit, restoran, swalayan, museum, hotel, maupun dilingkungan industrial telah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Pengendalian hama yang dilakukan selama ini lebih banyak dilakukan dengan mengandalkan penggunaan pestisida & rodentisida saja, sangat jarang pengendalian dilakukan secara komprehensive, yang melibatkan semua aspek yang mempengaruhi keberadaan hama tersebut.
Apabila pengendalian hama hanya mengandalkan penggunaan pestisida saja, maka untuk jangka panjang masalah yang timbul tidak akan teratasi dengan baik, malahan akan menimbulkan masalah baru yakni terjadinya Resistance atau Persistence serta menimbulkan potensial kesehatan manusia, mengancam species non target, dll.
Kehadiran binatang pengganggu mulai dirasakan menimbulkan masalah bila populasinya telah melampaui batas dan menimbulkan problematika kesehatan dan aspek hygiene lingkungan, berbagai kerugian ekonomi dapat ditimbulkan, demikian pula berbagai penyakit tanaman, hewan ataupun manusia dapat ditularkan oleh hama tersebut, antara lain dengan timbulnya berbagai macam penyakit seperti typhus, cholera, pes, malaria dan demam berdarah yang dibawa oleh hama-hama tersebut. Tindakan antisipatif untuk menekan akibat langsung ataupun tidak langsung perlu diupayakan pengelolaan yang komprehensif dan terpadu antara lain dengan program Integrated Pest Management. – IPM. Program pengelolaan ini dapat meliputi Pengendalian Hama Serangga (lalat, kecoa dan nyamuk) dan Pengendalian Hama Rondensia (tikus).

RODENT CONTROL (Pengendalian hama tikus)
Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae. Spesies tikus yang paling dikenal adalah mencit (Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan hampir di semua negara dan merupakan suatu organisme model yang penting dalam biologi; juga merupakan hewan peliharaan yang populer.
Diperkirakan setiap tahun tikus menghancurkan makanan yang cukup untuk dikonsumsi hingga 200 juta orang. Tikus juga merusak fasilitas/konstruksi gedung, mengerat pintu, melubangi plafond, memakan sabun dan kabel hingga memberikan resiko hubungan pendek listrik hingga terjadi kebakaran. Selain kerugian tersebut diatas biaya pengendalian hama tikus dinilai cukup mahal, di Amerika Serikat dikucurkan dana lebih dari U$D.120 juta.
Banyak metoda yang digunakan dalam mengendalikan tikus, pengendalian terpadu hama tikus dapat dilakukan dengan empat tahap operasional dilapangan :
a. Inspeksi tikus & Initial Survey
b. Sanitasi 
c. Rat Proofing
d. Rodent Killing (trapping program dan rodentisida program)

Metode Yang Digunakan 
Kombinasi beberapa metoda akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada hanya menggunakan satu macam metoda. Pemilihan metoda yang digunakan disesuaikan dengan sasaran dan kondisi lingkungan.
a. Inspeksi Tikus & Initial Survey
Inspeksi tikus sangat penting dilakukan sebelum dilaksanakan program pengendalian tikus, inspeksi yang baik akan memberikan hasil maksimal dalam pengendalian. Initial Survey, ditujukan untuk menentukan kondisi awal atau tingkat serangan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus sebelum dilakukan program pengendalian tikus.
b. Sanitasi
Sanitasi sangat diperlukan dalam upaya suksesnya program pengendalian hama tikus. Untuk mendapatkan hasil sanitasi yang baik, kami akan membuatkan beberapa rekomendasi mengenai pengelolaan sampah, menjaga kebersihan area, sistem tata letak barang digudang dengan susunan berjarak dari dinding dan tertata diatas palet, dll. 
Tikus menyukai tempat-tempat yang kotor dan lembab. Melakukan sanitasi berarti menghilangkan tempat beristirahat, bersembunyi, berteduh dan berkembang biak bagi tikus, disamping juga menghilangkan makanan tikus.
c. Rat Proofing / Exlucion
Untuk mengendalikan tikus disuatu lokasi diupayakan agar lokasi tersebut tertutup dari celah yang memungkinkan tikus masuk dari luar. Tikus dapat leluasa masuk lewat bawah pintu yang renggang, lewat lubang pembuangan air yang tidak tertutup kawat kasa, lewat shaft yang tidak bersekat atau lewat jalur kabel telepon dan listrik dari bangunan yang tersambung disekitarnya.
d. Rodent Killing
Pengendalian dengan tikus dapat dilakukan dengan dua cara,yakni non kimia sebagai berikut:
Pengendalian non kimia (trapping)
Trapping adalah satu dari sekian cara yang paling efektif untuk mengendalikan tikus, kelebihan penggunaan sistem trapping :
  • Trapp sangat aman,karena tidak mengandung racun seperti halnya umpan.
  •  Cepat mendatangkan hasil.
  •  Menghindari tersebarnya bangkai tikus yang sangat sulit ditemukan.
e.Pengendalian dengan kimia Rodentisida
1.POISONING
Poisoning dimaksudkan sebagai peracunan tikus melalui umpan makanan beracun. Keberhasilan poisoning ini tergantung pada bagaimana usaha agar tikus memilih dan menyukai umpan makanan yang dipasang dan tidak memilih atau menyukai makanan lain yang ada disekitarnya.
Umpan makanan haruslah yang preference bagi tikus dan pemasangannya ditempat yang tempatnya mudah didapatkan oleh tikus.
2.RODENTISIDA
Rodentisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan tikus. Rodentisida yang digunakan adalah rodentisida antikoagulan yang mempunyai sifat sebagai berikut :
  •  Tidak berbau dan tidak berasa.
  •  Slow acting, artinya membunuh tikus secara perlahan-lahan, tikus baru mati setelah memakan beberapa kali.
  • Tidak menyebabkan tikus jera umpan.
  • Mematikan tikus dengan merusak mekanisme pembekuan darah.
Jenis bahan aktif rodentisida adalah boadfakum, kumatetralil atau bromadiolone, Sedangkan untuk area khusus yang sangat sensitif dan memerlukan perlakuan khusus akan digunakan pengumpanan dengan lem tikus yang khusus.
Pelaksanaan pengendalian hama tikus akan dilengkapi dengan laporan lapangan setiap melaksanakan pekerjaan pada tahapan yang dimaksud dan diketahui serta ditanda tangani oleh pejabat/petugas yang ditunjuk oleh perusahaan setempat.

Untuk Pengendalian Vektor Tikus Dirumah Sakit dapat mengikuti pedoman yang dikelurakan oleh kemenkes Pedoman pengendalian tikus di Rumah Sakit

Rabu, 28 November 2012

PP No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Sebagai bentuk pelaksanakan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah telah mengundangkan peraturan pemerintah terkait UU itu. Peraturan yang diundangkan pada 15 Oktober 2012 itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Peraturan ini sekaligus memperkuat landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di daerah.
Beberapa muatan pokok penting yang diamanatkan oleh peraturan pemerintah ini, yaitu:
1. Memberikan landasan yang lebih kuat bagi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dari berbagai aspek antara lain legal formal, manajemen, teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan, dan sumber daya manusia;
2. Memberikan kejelasan perihal pembagian tugas dan peran seluruh parapihak terkait dalam pengelolaan sampah mulai dari kementerian/lembaga di tingkat pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, pengelola kawasan sampai masyarakat;
 3. Memberikan landasan operasional bagi implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan sampah menggantikan paradigma lama kumpul-angkut-buang;
4. Memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelibatan dunia usaha untuk turut bertanggungjawab dalam pengelolaan sampah sesuai dengan perannya.
Peraturan pemerintah ini meliputi pengaturan tentang:
  1. kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
  2. penyelenggaraan pengelolaan sampah;
  3. kompensasi;
  4. pengembangan dan penerapan teknologi;
  5. sistem informasi;
  6. peran masyarakat; dan
  7. pembinaan.
PP ini mengharuskan pemerintah kabupaten/kota memiliki kebijakan dan strategi tentang pengelolaan sampah. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota diharuskan memiliki dokumen rencana induk dan studi kelayakan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Peraturan ini memberi penekanan penting pada dunia usaha untuk ikut serta dalam proses pengelolaan sampah. Dunia usaha tidak sekadar dianjurkan tapi diwajibkan untuk mengurangi timbulan sampah dan menggunakan kemasan yang gampang terurai oleh proses alam. Produsen pun diwajibkan ikut serta dalam proses daur ulang sampah dan memanfaatkan kembali sampah bekas produknya.
Khusus pemerintah kabupaten/kota, ada kewajiban menyediakan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak PP ini berlaku.
Sementara untuk penyediaan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri atas sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya, pemerintah kabupaten/kota diberi waktu paling lama 5 (lima) tahun.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya menyatakan, PP No. 81 Tahun 2012 ini akan mewujudkan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan yang bertumpu pada penerapan 3R dalam rangka penghematan sumber daya alam, penghematan energi, pengembangan energi alternatif dari pengolahan sampah, perlindungan lingkungan, dan pengendalian pencemaran.

Download PP 81 /2012 : PP 81 Tahun 2012

Ponsel Lebih Banyak Kumannya Dibanding Toilet?

Hati-hati dengan Blackberry dan handphone/telepon seluler Anda! Lho ada apa? Ternyata, alat komunikasi ini banyak mengandung bakteri, melebihi bakteri atau kuman yang ada di toilet.  Wow!
Sebuah penelitian menunjukkan, ponsel adalah benda terjorok dan memiliki banyak kuman dibanding toilet. Mengapa? Jika toilet sering dibersihkan usai digunakan, tidak demikian halnya dengan ponsel.
Ahli mikrobiologi dari Universitas Arizona Charler Gerba mengatakan bahwa ponsel atau smartphone setiap orang memiliki banyak kuman. Saking kotornya ponsel, seorang pria di Uganda bisa tertular penyakit Ebola dari ponsel yang dicurinya. Pria ini memang mencuri ponsel dari bangsal yang di karantina di sebuah rumah sakit karena dekat lokasi wabah Ebola.

Namun terlepas hal ini, Charles menilai ponsel merupakan benda yang cukup kotor."Kapan terakhir kali Anda membersihkan ponsel? Sementara toilet cenderung sering dibersihkan karena tempat ini diasosiasikan sebagai sarang kuman," ujarnya.


Menurut Gerba, kuman dan bakteri bisa dengan mudah menempel pada ponsel. Namun, untungnya ponsel tidak akan menularkan kuman jika tidak dipakai secara bersama-sama. Jika Anda senang meminjamkan ponsel kepada orang lain, siapa tahu dari situlah kuman dan bakteri menular karena Anda tidak tahu apakah mereka dalam keadaan sehat atau tidak.Padahal, ponsel cukup sering serta begitu dekat dengan wajah dan mulut Anda.
Mengingat ponsel perangkat elektronik, banyak yang segan membersihkannya teratur. Ponsel seperti halnya remote control kerap luput dari rutinitas kebersihan. Gerba mencatat, mereka yang sedang sakit kerap menggunakan remote control secara bersama. Ini bahkan lebih buruk daripada ponsel dalam urusan penyebaran kuman.
Penelitian lain menunjukkan, ponsel mengandung bakteri hidup 18 kali lebih banyak ketimbang gagang pintu toilet. Peneliti menganalisis 30 ponsel dari beberapa orang yang berbeda. Mereka  menemukan bahwa bakteri yang bersarang di ponsel berada pada 'warning level' dari tingkatan bakteri lingkungan.

Sebuah ponsel dapat terkonsentrasi penuh dengan bakteri, termasuk bakteri coliforms, yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan gangguan di perut yang cukup serius.

Meski tidak secara langsung dapat berbahaya, tapi peningkatan kadar bakteri menunjukkan bahwa ponsel memiliki kebersihan yang buruk. Selain itu, ponsel juga dapat berperan sebagai tempat berkembangbiak yang nyaman bagi kuman-kuman yang lebih berbahaya.


Tingkat bakteri yang berpotensi membahayakan pada ponsel sudah melebihi skala normal. Ponsel perlu disterilkan," ujar Jim Francis, pakar Kebersihan dan Hygiene, seperti dilansir Telegraph.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Jeffrey Chain, presiden dari American Academy of Family Physicians. Ia menjelaskan bahwa bakteri, virus atau kuman yang menempel di perangkat mobile dapat menyebabkan flu bahkan diare.

Ironisnya, saat ini sangat jarang ada pemilik smartphone atau ponsel yang rajin membersihkan perangkat handset mereka secara rutin. Mayoritas hanya menggunakannya saja tanpa memperhatikan kebersihannya. Mungkin juga jarang yang mencuci tangan pakai sabun setelah memegang ponsel tersebut.
Diperkirakan sebanyak 2.700 sampai 4.200 bakteri yang siap masuk ke tubuh manusia ketika pemilik handset sedang melakukan panggilan atau mengotak-atik perangkatnya tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh HML Labs of Muncie ini menggunakan beberapa metode pembersihan yaitu dengan menggunakan air, alkohol, windex original (pembersih kaca) dan Nice 'N Clean. Para peneliti mengemukakan bahwa alkohol adalah salah satu pembersih yang terbaik untuk membasmi kuman-kuman di handset.

Sayangnya, tidak semua vendor memperbolehkan pengguna produknya menggunakan alkohol, pembersih kaca, aerosol spray, amonia atau bahan sejenisnya untuk digunakan sebagai pembersih perangkatnya. Dua vendor yang memberikan larangan tersebut adalah Apple dan RIM, sedangkan vendor lain seperti pengguna perangkat Android justru tidak memberikan larangan apapun.

"Jangan gunakan benda cair, pembersih aerosol atau bahan pelarut untuk membersihkan perangkat Anda atau jangan dekatkan benda-benda tersebut di dekat BlackBerry."  Tulisan tersebut terdapat di panduan manual BlackBerry. Hal sama juga dituliskan Apple dalam panduan manualnya. Pastinya bukan karena sengaja ingin membiarkan pengguna produknya sakit, tapi mungkin ada pertimbangan lain agar produk tersebut tidak rusak.
Tapi yang terpenting, jangan lupa menjaga kebersihan tangan setelah memegang ponsel. Cuci tangan pakai sabun bisa menjadi solusi menghindari berpindahnya kuman/bakteri ke dalam tubuh. Re Blog from : http://sanitasi.or.id

Sabtu, 16 Juni 2012

POSITIVE DEVIANCE
(pendekatan penelitian saatnya untuk dikembangkan) 
 Satu pertanyaan yang sering muncul dibenak berkaitan dengan “Positive Deviance”, utamanya menyangkut dalam penelitian. Mengapa kita belum melakukan penelitian dengan pendekatan Positive Deviance ?????
    Memang dapat dimaklumi bahwa selama ini hampir semua penelitian yang dilakukan baik mahasiswa maupun para dosen di lingkungan Poltekkes Kemenkes Medan masih menggunakan pendekatan tradisional/konvensional. Dimana orientasi awal didasarkan pada identifikasi masalah untuk mendapatkan kelemahan yang menjadi sebab masalah tersebut dan selanjutnya mencoba untuk mencarikan solusinya.        Positive deviance merupakan perubahan kebiasaan yang berbeda dari kebiasaan yang berlaku umum dan melakukan perilaku baru (“menyimpang”). Biasanya istilah “menyimpang” dipersepsikan secara negatif, namun sebenarnya dapat berarti negatif atau positif karena merupakan suatu bentuk penyimpangan dari norma. (CORE, 2004). 
Penelitian dengan pendekatan Positive Deviance dimaksudkan untuk mencari perilaku positif dan kekuatan yang ada pada masyarakat serta apa yang dapat dibangun dan dikembangkan, sehingga diharapkan dapat berkesinambungan dan berlanjut karena berbagai perilaku baru sudah dihayati dan berlanjut setelah kegiatan berakhir Positive deviance juga merupakan bentuk pendekatan yang berbasis pada “kekuatan” atau “modal” atas dasar keyakinan bahwa pada setiap kelompok masyarakat terdapat individu tertentu yang memiliki kebiasaan dan perilaku khusus (tidak umum) yang memungkinkan dapat menemukan cara-cara yang lebih baik dibanding dengan individu tetangga yang memiliki sumber daya dan menghadapi risiko yang sama. 
Perbedaan Pendekatan antara positive deviance dengan pendekatan tradisional terhadap suatu perilaku, bahwa pendekatan tradisional cenderung mencari masalah-masalah dalam masyarakat yang perlu di selesaikan. Sementara pendekatan positive deviance berupaya mencari perilaku positif dan kekuatan yang ada pada masyarakat serta apa yang dapat dibangun dan dikembangkan. 


 Selama ini Positive Deviance dipakai untuk menjelaskan suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tertentu vis-a-vis anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga yang sama . Sementara penelitian dengan pendekatan ini masih jarang dilakukan.



Padahal ada beberapa kelebihan dari pendekatan ini meliputi :
· cepat
· Terjangkau
· Partisipatif
· Berkesinambungan
· Asli
· Secara budaya dapat diterima
· Berdasarkan perubahan perilaku.

Nah melihat gambaran di atas, bukan kah kita juga mampu untuk melakukannya ????

adapted WARTA POLTEKKES MEDAN ( by : Riyanto Suprawihadi, M.Kes)
Numpang Publish yo pak e.... He..he... :p



Kamis, 24 Maret 2011

Uji Validitas & Realibilitas Suatu Kuisioner Penelitian

Dalam Sebuah penelitian kuantatif, seringkali digunakan instrument yang digunakan berupa angket/kuisioner, tes dan skala nilai. kuisioner tersebut digunakan untuk mengetahui pendapat objek penelitian mengenai suatu hal yang diteliti.Tiga syarat penting yang harus dimiliki oleh instrument penelitian tersebut adalah kesahihan (validitas), keandalan(realibilitas, dan ketelitian (akurasi).

VALIDITAS

Digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut.
Misal : ada 8 pertanyaan untuk mengukur motivasi, maka pertanyaan itu harus bisa secara tepat mengungkapkan tingkat motivasi.
Dengan kata lain, kita ingin mengukur apakah pertanyaan yang kita buat dalam kuesioner benar-benar dapat mengukur apa yang hendak kita ukur.

Langkah – langkah Uji valid reli dengan SPSS :

Analyze > Scale > Reliability Analysis….
Masukkan variabel yang akan diuji
Ceklist : scale if item deleted.

RELIABILITAS

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten/stabil dari waktu ke waktu. Dalam menjawab pertanyaan responden tidak asal memilih.

Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan :
1. Repeated Measure, atau mengukur ulang. Disini seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda.
2. Dengan uji statistics Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliable jika memberi nilai Cronbach Alpha > 0,6 (Nunnally, 1960).

KESIMPULAN
Uji Validitas

Tentang uji validitas ini dapat disampaikan hal-hal pokoknya, sebagai berikut:

· Uji ini sebenarnya untuk melihat kelayakan butir-butir pertanyaan dalam kuesioner tersebut dapat mendefinisikan suatu variabel.

· Daftar pertanyaan ini pada umumnya untuk mendukung suatu kelompok variabel tertentu.

· Uji validitas dilakukan setiap butir soal. Hasilnya dibandingkan dengan r tabel | df=n-k dengan tingkat kesalahan 5%

· Jika r tabel Jika r tabel < r hitung, maka butir soal disebut valid

Uji Reliabilitas

Tentang uji reliabilitas ini dapat disampaikan hal-hal pokoknya, sebagai berikut:

· Untuk menilai Kestabilan ukuran dan konsistensi responden dalam menjawab kuesioner. Kuesioner tsb mencerminkan konstruk sebagai dimensi suatu variabel yang disusun dalam bentuk pertanyaan

· Uji reliabilitas dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh pertanyaan.

· Jika nilai alpha>0.60, disebut reliabel

Uji Validitas dan reliabilitas instrumen menggunakan SPSS

Secara mudah kuesioner diuji cobakan dulu kepada responden sample (misal 30 responden). Dalam SPSS langkah menentukan butir pertanyaan yang valid dapat dilakukan dengan mudah.

Langkahnya adalah sebagai berikut :

Analyse > Scale > Reliability Analysis

Pada bagian Statistic aktifkan kotak cek Item, Scale, Scale if item deleted.

Abaikan pilihan yang lain, klik Continue – OK.

Cara baca output:

Lihat pada bagian Item-total statistic pada kolom Corrected Item Total Correlation, nilai-nilai tersebut menunjukkan nilai korelasi butir-butir pertanyaan terhadap skor totalnya. Nilai hitung tersebut dibandingkan dengan r tabel (lihat ditabel dengan terlebih dulu mencari df-nya (derajat kebebasan) sesuai dengan datanya dan asumsi spss akan menggunakan tingkat signifikansi 5%).

Pengambilan kesimpulannya jika nilai hitung > dari nilai r-tabel maka butir tersebut dinyatakan valid. Perlu diperhatikan karena data adalah 1 arah (ke arah positif) maka nilai hitung yang bernilai negatif otomatis tidak valid. Jika masih ada butir yang tidak valid maka dikeluarkan (klik kanan pada nama variabelnya – Clear) kemudian diproses ulang (ulangi langkah Analyse > Scale > Reliability Analysis, dst) sampai mendapatkan semua butir valid.

Kemudian untuk menentukan reliabilitas bisa dilihat dari nilai Alpha jika nilai alpha lebih besar dari nilai r tabel maka bisa dikatakan reliabel. Ada juga yang berpendapat reliabel jika nilai r > 0,60.

Sekarang kuesioner telah siap untuk disebar ke responden yang ditargetkan.

Sebagai catatan untuk mencari nilai korelasi data juga bisa dilakukan lewat menu Analyse > Correlation > Bivariate.

Selamat mencoba.

Senin, 13 Desember 2010

PROSEDUR TETAP PENGENDALIAN INFEKSI MAKANAN DAN MINUMAN DIRUMAH SAKIT



PROSEDUR TETAP PENGENDALIAN INFEKSI MAKANAN DAN MINUMAN
DIRUMAH SAKIT
Pengertian : Prosedur kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian sumber infeksi dari carrier sehat
Sasaran :
• Karyawan / tenaga kesehatan
• Penunggu pasien
• Pengunjung pasien
• Tamu RS
Kebijakan :

Prosedur / Kebijakan :
A. Pengertian
• Ruang lingkup makanan di RSBL :
o Makanan yang disajikan dari dapur kepada pasien maupun karyawan RS
o Bahan makanan baik yang terolah atau belum terolah
o Bahan tambahan pada makanan
o Minuman
• Ruang lingkup Pengawasan :
o Kemungkinan infeksi dari makanan
o Kemungkinan infeksi dari alat masak
o Kemungkinan infeksi dari alat makan
o Kemungkinan infeksi dari individu
o Kemungkinan intoksikasi dari toksin dari makanan
o Kemungkinan intoksikasi dari toksin bakteri
o Kemungkinan intoksikasi bahan kimia


B.1. PENGADAAN / PENERIMAAN BAHAN MAKANAN

Kebijakan :
• Sumber bahan makanan hendaknya dipilih yang berkualitas baik, tempat-tempat memperoleh bahan mentah harus diketahui oleh kepala dapur / gizi dan secara berkala dievaluasi kinerja dan kualitasnya
• Bahan makanan dibawa ke dapur dengan trolley khusus dan melewati jalur yang sudah ditentukan. Usahakan tidak melewati ruangan rawat inap atau ruangan yang potensial infeksi lainnya.
• Bahan makanan di periksa dan diseleksi kembali.
• Bahan makanan yang belum terolah harus dalam keadaan segar, tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa, tidak berbau busuk, tidak berjamur, bila kotor harus dibersihkan dengan air terlebih dahulu, tidak mengandung bahan yang dilarang seperti formalin, boraks, pestisida, melamin, dll
• Bahan makanan dalam kemasan (terolah) harus mempunyai label dan merk, terdaftar di Depkes dan mempunyai nomor daftar,kemasan tidak rusak, pecah, atau robek atau kembung, belum kadaluwarsa, kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.
• Bahan makanan berasal dari tempat resmi yang dievaluasi kinerja dan kualitasnya.

B.2. PENCUCIAN
Kebijakan :
• Bahan makanan harus dicuci :
o Sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan
o Lauk air tawar, lauk air laut, daging2an
o Dll
• Pencucian dengan menggunakan air mengalir di bersihkan dan dibilas berkali-kali
• Pelaksana harus memakai sarung tangan dan atau mencuci tangan sebelum dan sesudah mencuci bahan makanan
• Pencucian bahan makanan dengan bahan pembersih tidak dianjurkan
• Tempat penyimpanan bahan makanan yang sudah dicuci harus bersih




B.3. PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
Kebijakan :
• Tempat penyimpanan bahan makananharus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain
• Tentang penyimpanan bahan makanan kering :
o Semua tempat penyimpanan bahan makanan hendaknya berada dibagian tinggi untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya.
o Tidak boleh ada kebocoran pada genteng atau atap yang menyebabkan tetesan air mengenai tempat p[enyimpanan bahan makanan
o Tidak boleh ada drainase yang potensi macet di sekitar ruang tempat penyimpanan bahan makanan untuk menghindari meluapnya air.
o Semua bahan makanan disimpan pada rak yang baik, dengan ketinggian terbawah dari lantai 20 – 25 cm.
o Bahan makanan disimpan pada wadah-wadah yang selalu dibersihkan secara berkala dan berpori-pori
o Suhu ruangan dijaga kurang dari 22oC dan Kelembaban 40%atau kurang.
o Ruangan harus anti tikus, anti serangga.
o Penyimpanan bahan selain bahan makanan tidak diperbolehkan.

• Tentang penyimpanan bahan makanan dalam Referigerator / Kulkas / Freezer
o Tersedia ruang yang memadai untuk meniris potongan2 dari freezer.
o Standar teknik meniriskan bahan makanan dari freezer ada 3 cara : 1. Langsung memasak bahan makanan beku 2. Meniriskan makanan beku dengan merendam bahan makanan dengan air mendidih 3. Meletakkan bahan makanan beku dengan air mengalir
o Rak dalam reefrigerator dan isinya disusun sedemikian rupa sehinga tidak berdesakan, agar aliran udara dingin dapat mencakup semua bahan makanan dengan baik
o Syarat ruangan sama dengan ruangan dapur dan ruang penyimpanan bahan makanan

B.4. PERACIKAN DAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN
• Pengolahan harus dilakukan oleh penjamah makanan dengan sikap dan perilaku yang hygienis :
o Tidak merokok selama mengolah makanan
o Tidak makan atau mengunyah
o Tidak memakai perhiasan berlebihan
o Tidak menggunakan peralatan atau fasilitas kerja yang bukan peruntukannya
o Tidak mengerjakan kebiasaan2 yang jorok / menjijikkan seperti mengorek2, mencungkil, mengupil, menggaruk, menjilat, atau meludah
o Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan secara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
o Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu, dan sejenisnya
o Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan berkala minimal 6 bulan sekali sesuai prosedur dalam buku ini. Prosedur juga berlaku bila tenaga pengolah makanan mengalami sakit.
• Tenaga dapur / gizi selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja dengan cara :
o Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak terutama makanan yang mudah rusak
o Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar mandi / WC sebagaimana diatur dalam buku ini mengenai cuci tangan
o Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung
o Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan
B.5. PENGANGKUTAN MAKANAN
• Makanan jadi yang siap saji tidak boleh diangkut bersama dengan bahan makanan mentah
• Makanan diangkut dengan kereta dorong yang tertutup, bersih dan anti karat (stainless steel), dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan
• Pengisian kereta dorong tidak boleh sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk ruang gerak
• Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut bahan / barang kotor
B.6. PENYAJIAN MAKANAN
• Makanan jadi yang siap saji harus diwadahi dan disajikan dengan peralatan yang bersih dan sudah melalui proses desinfeksi sesuai prosedur
• Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih
• Sebaiknya dalam tata hidang, disiapkan segera dan tidak lama menunggu di santap. Beri waktu tidak lama kepada penderita untuk menyantapnya agar makanan tidak makin beresiko terpapar mikroorganisme.
• Letak makanan sebaiknya satu bidang, bila dgigunakan bidang yang berbeda / bertingkat, maka jenis makanan basah berada di bawah dari makanan kering
• Selalu menyediakan makanan contoh dari menu yang dihidangkan hari ini sebagai bahan pemeriksaan bila terjadi masalah yang diakibatkan makanan.
C. PERALATAN PENGOLAHAN MAKANAN

C.1. PERALATAN MAKANAN DAN MINUMAN
• Peralatan yang digunakan untuk penyajian makanan yang langsung dimakan oleh karyawan, pasien atau pengunjung
• Bahan untuk peralatan harus terbuat dari bahan yang kuat , tidak mudah retak, penyok, gompel , robek atau pecah
• bagian permukaan tempat makanan atau yang kontak dengan makanan haruslah halus, tidak ada sudut mati dan mudah dibersihkan,
• tidak mudah larut dalam makanan,
• tidak mengandung bahan beracun atau logam berat lain seperti : Timah, Arsen, Tembaga, Seng, cadmium atau antimon
• Kebersihan peralatan harus djaga dengan baik, pencucian dan penyimpanan harus sesuai prosedur

C.2. PERALATAN MASAK DAN WADAH MAKANAN
• Peralatan yang digunakan untuk mengolah makanan mentah atau membawa makanan matang
• Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan makanan jadi
• Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel
• Semua peralatan harus mempunyai tutup
• Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah rusak harus langsung dibuang
• Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak harus teratuur dan sebaiknya mendapatkan sinar matahari

C.3. PENCUCIAN PERALATAN
• Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat/barang seperti, gelas, mangkok dll ke tempat yang telah disediakan untuk itu. Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah dapur lainnya sesuai prosedur pengelolaan sampah.
• Piring dan alat yang telah dibersihkan sisa makanan, ditempatkan pada tempat piring kotor.
• Setiap piring/alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang masih menempel, sehingga mudah untuk membersihkan selanjutnya.
• Setelah direndam untuk selama beberapa saat, maka piring mulai dibersihkan dengan menggunakan detergen pada bak pencuci tersebut. Penggunaan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak.
• Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak terasa licin lagi. Bilamana masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang belum bersih.
• Setelah pencucian dirasa cukup, maka langsung dibilas dengan air pembersih/pembilas yang mengalir, sambil digosok dengan tangan dan tidak lagi terasa sisa-sisa makanan atau sisa-sisa detergen.
• Piring atau gelas yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit untuk disinfeksi, langsung direndam ke dalam air bak kaporit 50 ppm selama 2 menit kemudian ditempatkan pada tempat penirisan.
• Sedangkan untuk disinfeksi dengan air panas, disyaratkan suhu 82º C untuk selama 2 menit atau 100º C selama 1 menit.
• Cara memasukkan piring/gelas ke dalam air panas, tidak boleh langsung dengan tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam rak-rak khusus untuk didisinfeksi.
• Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses disinfeksi ditempatkan pada rak-rak anti karat ( stainless steel ) sebagai tempat penirisan/pengeringan dengan cara terbalik atau miring sampai kering dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan dan tidak boleh dilap dengan kain. Untuk itu bagian yang menempel ke permukaan piring atau bibir gelas harus dijaga kebersihannya dengan cara disinfeksi.
• Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu dilap atau digosok kain lap, karena menjadi kotor kembali. Bilamana dilap gunakan kain lap ( tissue ) sekali pakai.

C.4. PENYIMPANAN PERALATAN
• Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih.
• Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus dibalik.
• Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak.
• Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.
• Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pencemaran dan binatang perusak.

D. TATA RUANG DAN BANGUNAN INSTALASI DAPUR / GIZI

D.1. LOKASI
Terhindar dari sumber pencemaran, terutama yang berasal dari tempat sampah, WC, bengkel cat dan sumber pencemaran lain.

D.2. SYARAT BANGUNAN DAN FASILITAS DAPUR
1) Halaman
Halaman bersih, tidak banyak lalat, dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. Pembuangan air kotor (limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya. Pembuangan air hujan lancar, tidak menimbulkan genangan-genangan air.

2) Konstruksi
Bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku.

3) Lantai
Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan mudah dibersihkan.

4) Dinding
Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak menyerap air dan mudah dibersihkan. Pada permukaan dinding yang sering terkena percikan air, harus dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu, setinggi 2m, dan berwarna terang.

5) Langit-langit
Langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan, tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 m diatas lantai.

6) Pintu dan Jendela
Seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus membuka ke arah luar. Semua pintu dibuat menutup sendiri dan dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kasa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.

7) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. Di setiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 200 lux pada bidang kerja. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindarkan bayangan.

8) Ventilasi / Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban dalam ruangan, ventilasi juga harus cukup untuk mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah kondensasi uap air atau lemak pada lantai, membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. Tungku dapat dilengkapi dengan sungkup asap (hood) alat perangkap asap, cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpl lemak. Semua tungku terletak dibawah sungkup asap.

9) Dapur formula bayi ( dapur susu )
Dapur susu dibuat ruangan khusus (ruangan berdinding kaca) yang “bebas” dari micro-organisme pathogen, dan tidak dipakai untuk kegiatan lain. Tenaga penjamah makanan di dapur susu mempunyai baju dan atribut khusus yang steril (barak short, tutup kepala, masker dan sarung tangan). Semua peralatan dan perlengkapan harus steril (botol susu, tempat / wadah dan pengaduk).

10) Ruangan pengolahan makanan
Luas ruang pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja agar terhindar dari kemungkinan terkontaminasinya makanan dan memudahkan pembersihan, dengan luas 2 m² untuk setiap pekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan WC, peturasan, dan kamar mandi. Untuk kegiatan pengolahah dilengkapi sedikitnya meja kerja, lemari tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

11) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/detergen. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus, serangga dan hewan lainnya.

12) Tempat Cuci Tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang bersih dan terpisah dengan tempat cuci perakatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan kran, saluran pembuangan tertutupm bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan (penjamah makanan). Untuk sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10 orang, dengan tambahan 1 (satu) buah setiap penampahan 10 orang atau kurang, dam terletak sedekat mungkin dengan tempat kerja.

13) Air minum dan air bersih
Air bersih/minum harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan pengolahan makanan. Kualitas air harus memenuhi persyaratan sesuai denganperaturan yang berlaku.

E. PETUGAS PENGELOLA MAKANAN
Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi (personal hygiene) dan terbiasa untuk berperilaku sehat selama bekerja. Hal-hal yang diperhatikan dalam kebersihan pribadi :
• Mencuci tangan, hendaknya tangan selalu dicuci dengan sabun : sebelum bekerja, sesudah menangani bahan makanan mentah/kotor atau terkontaminasi, setelah dari kamar kecil, setelah tangan dibunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan setelah makan atau merokok.
• Pakaian, hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja. Pakaian kerja harus bersih, yang sudah usang jangan dipakai lagi.
• Kuku dan perhiasan, kuku hendaknya dipotong pendek dan dianjurkan untuk tidak memakai perhiasan sewaktu bekerja.
• Topi/penutup rambut, semua penjamah hendaknya memakai topi atau penutup rambut untuk mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan dan mencegah kebiasaan mengusap/menggaruk rambut.
• Merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diijinkan merokok selama bekerja baik waktu mengolah meupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai antara bibir dengan tangan dan kemudian ke makanan di samping sangat tidak etis.
• Lain-lain, kebiasaan seperti batuk-batuk, menggaruk-garuk, mencet jerawat, merupakan tindakan yang tidak higienis. Kebiasaan ini akan mengkontaminasi tangan dan pada gilirannya mengkontaminasi makanan.

Jumat, 27 Agustus 2010

Manajemen Pengelolaan Sampah di Pemukiman (parT I)


Pengelolaan sampah di permukiman

MejuaH-juah..... ViVa Kesling K.Jahe....



Sampah menjadi masalah penting terutama bagi kota dengan jumlah penduduk yang cukup padat, untuk mengatasi maslah sampah dibutuhkan sistem pengelolaan yamg baik, Pengelolaan sampah kota tidak harus dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah , dapat dapat pula dilekelola secara mandiri oleh msayarakat sendiri, sehingga beban TPA kota dapat direduksi.
Nah..... sebagai teknokrat lingkungan peran Ahli Madya KESLINg harusnya mampu berkompetensi dalam hal ini, selain dapat mengatasi masalah lingkungan, sektor ini juga dapat mengahasilkan profit dalam pelaksanaanya....
Berikut merupakan Manajeman Pengelolaan Sampah di permukiman Sesuai dengan standar SNI, Artikel ini dibagi menjadi dua bagian bagian, bagian pertama hanya membahas pengertian2 istilah dan persyaratan, Sedangkan bagian II ntar kita bahas Manajemen dan Proyeksinya....

1 Ruang lingkup
Standar ini memuat persyaratan dan pengelolaan sampah permukiman di perkotaan untuk
jenis sampah domestik non B3 dan B3 dengan menerapkan 3R (reuse, reduce dan
recycling) mulai dari kegiatan di
sumber sampai dengan TPS .
2 Acuan normatif
SNI 03.3242-1994, Tata cara pengelolaan sampah di permukiman
SNI 19-2454-2002, Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan
SNI 03-1737-2002, Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

4 Persyaratan
4.1 Persyaratan umum
Persyaratan umum berupa :
a) Persyaratan hukum
ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis
mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan,
pembentukan institusi/organisasi/retribusi dan perencanaan tata ruang kota serta
peraturan-peraturan pelaksanaannya;

b) Persyaratan kelembagaan
pengelola di permukiman harus berfokus pada peningkatan kinerja institusi pengelola
sampah, dan perkuatan fungsi regulator dan operator. Sasaran yang harus dicapai
adalah sistem dan institusi yang mampu sepenuhnya mengelola dan melayani
persampahan di lingkungan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaandan retribusi atau iuran serta semaksimal mungkin melaksanakan konsep 3 R di
sumber.
c) Teknis operasional
Menerapkan sistem penanganan sampah setempat dengan :
1) Menerapkan pemilahan sampah organik dan non organik
2) Menerapkan teknik 3 R di sumber dan TPS
3) Penanganan residu oleh pengelola sampah kota;

d) Pembiayaan
Memperhatikan peningkatan kapasitas pembiayaan untuk menjamin pelayanan dengan
pemulihan biaya secara bertahap supaya sistem dan institusi, serta masyarakat dan
dunia usaha punya kapasitas cukup untuk memastikan keberlanjutan dan kualitas
lingkungan untuk warga.

e) Aspek peran serta masyarakat
1) melakukan pemilahan sampah di sumber
2) melakukan pengolahan sampah dengan konsep 3 R
3) berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah
4) mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan
5) turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya
6) berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah lingkungan

d) Bagi lingkungan permukiman, developer bertanggung jawab dalam :
1) penyediaan lahan untuk pembangunan pengolah sampah organik berupa
pengomposan rumah tangga dan daur ulang sampah skala lingkungan serta TPS;
2) penyediaan peralatan pengumpulan sampah;
3) pengelolaan sampah selama masa konstruksi sampai dengan diserahkan ke pihak
yang berwenang;
4) Bagi developer yang membangun minimum 80 rumah harus menyediakan wadah
komunal dan alat pengumpul.

4.2 Persyaratan teknis
4.2.1 Data perencanaan
Data yang diperlukan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
a) peta penyebaran rumah;
b) luas daerah yang dikelola;
c) jumlah penduduk berdasarkan klasifikasi pendapatan tinggi, menengah, dan rendah;
d) jumlah rumah berdasarkan tipe;
e) besaran timbulan sampah per hari;
f) jumlah bangunan fasilitas umum;
g) kondisi jalan (panjang, lebar dan kondisi fisik);
h) kondisi topografi dan lingkungan;
i) ketersediaan lahan untuk lokasi TPS dan daur ulang sampah skala lingkungan;
j) karakteristik sampah.

4.2.2 Jumlah sampah yang akan dikelola
Jumlah sampah
a) jumlah penduduk

b) sumber sampah yang ada di lingkungan permukiman, seperti :
1) toko/pasar kecil;
2) sekolah;
3) rumah sakit kecil /klinik kesehatan;
4) jalan/saluran;
5) taman;
6) tempat ibadah;
7) dan lain-lain.

c) Besaran timbulan sampah untuk masing-masing sumber sampah

4.2.3 Klasifikasi pengelolaan, tipe bangunan dan TPS
a) Klasifikasi pengelolaan
Klasifikasi pengelolaan berdasarkan lingkungan permukiman yang ada yaitu :
1) 1 Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk 150 – 250 jiwa ( 30 – 50 rumah)
2) 1 Rukun Warga : 2.500 jiwa (± 500 rumah)
3) 1 kelurahan : 30.000 jiwa penduduk (± 6.000 rumah)
4) 1 kecamatan : 120.000 jiwa (± 24.000 rumah)

b) Klasifikasi tipe bangunan sebagai berikut :
1) tipe rumah
(a) Mewah yang setara dengan Tipe > 70
(b) Sedang yang setara dengan Tipe 45 - 54
(c) Sederhana yang setara dengan Tipe 21
2) sarana umum/sosial
3) bangunan komersial

c) Klasifikasi TPS

Klasifikasi TPS sebagai berikut :
1) TPS tipe I
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
(a) Ruang pemilahan
(b) gudang
(c) tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
(d) Luas lahan ± 10 - 50 m2

2) TPS tipe II
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
(a) Ruang pemilahan ( 10 m2)
(b) Pengomposan sampah organik ( 200 m2)
(c) Gudang ( 50 m2)
(d) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
(e) luas lahan ± 60 – 200 m2

3) TPS tipe III
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
(a) Ruang pemilahan ( 30 m2)
(b) Pengomposan sampah organik ( 800 m2)
(c) Gudang ( 100 m2)
(d) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
(e) luas lahan > 200 m2

Bersambung...................